MENGULIK PANCASILA SEBAGAI SPIRITUALITAS BANGSA VIA FILSAFAT EKSISTENSIALISME
DOI:
https://doi.org/10.63758/jpp.v5i1.63Kata Kunci:
komitmen, leap of faith, otentik, Pancasila, ultimate concern, will to meaningAbstrak
Tulisan ini mengeksplorasi pemaknaan Pancasila sebagai spiritualitas bangsa melalui kontestasi konsep-konsep dalam khazanah filsafat eksistensialisme. Tiga filsuf eksistensialisme yang pemikirannya akan ditilik untuk dijadikan dasar refleksi pemaknaan baru Pancasila sebagai spiritualitas bangsa adalah Søren Kierkegaard, Viktor Frankl, dan Paul Tillich. Melalui konsep leap of faith Kierkegard, nilai-nilai Pancasila hanya akan bermakna apabila dihidupi secara personal dan eksistensial. Komitmen terhadap Pancasila menuntut keberanian moral dan internalisasi yang otentik, bukan sekadar penjabaran normatif yang tidak memiliki daya hidup. Dari Frankl, yang menekankan pada pencarian makna (will to meaning) sebagai inti dari eksistensi manusia, Pancasila dapat berfungsi sebagai fondasi spiritual yang menyatukan, menumbuhkan tanggung jawab moral, dan membentuk orientasi hidup bersama di tengah keberagaman. Sementara Tillich menawarkan konsep ultimate concern – yaitu hal yang menjadi pusat makna dan komitmen terdalam manusia. Menempatkan Pancasila sebagai ultimate concern, dapat memberikan orientasi eksistensial diri yang membentuk jati diri dan nilai-nilai. Tilikan filsafat eksistensial menawarkan kontribusi konseptual untuk merevitalisasi pemaknaan Pancasila sebagai spiritualitas bangsa agar tidak terjebak dalam klise-klise normatif, melainkan dapat memberi energi eksistensial yang dihidupi dengan otentik dan penuh komitmen.
Unduhan
Diterbitkan
Cara Mengutip
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Pembumian Pancasila

Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.